Asumsi Negatif

Hidup kita hampir selalu berhadapan dengan asumsi. Dapat dikatakan bahwa selama manusia masih ada dan masih berfikir maka asumsi akan terus ada. Asumsi ada yang positif, ada yang negatif. Asumsi positif mampu memotivasi kita untuk menjadi lebih baik dan memacu kita untuk lebih berani menjalani proses hidup. Berani mencoba, berani gagal, berani bangkit lagi dan berani bertanggung jawab. Asumsi positif muncul dari pikiran yang positif. Berbeda dengan asumsi negatif yang muncul dari pikiran negatif. Asumsi negatif mengakibatkan orang menjadi mudah dirasuki ketakutan. Takut untuk mencoba hal baru, nggak mau keluar dari comfort zone, menjadi gampang menyerah padahal belum mencoba, segala sesuatu ingin serba instant sampai dengan melakukan kegiatan paling nggak penting yaitu ‘mengarang bebas’ (baca: gosip).

Saya bekerja di dunia yang penuh asumsi. Dunia mimpi. Dunia yang ternyata cukup banyak dimimpikan orang karena sering disumsikan sebagai dunia yang menyenangkan dan membahagiakan. Ketenaran, uang, penggemar fanatik, kesempatan yang lebih dari orang lain,
go international adalah sebagian dari yang mampu saya raih. Namun disaat yang bersamaan saya juga menjalani ‘kutukan-kutukan’ yang harus saya pikul. Kehilangan privacy, sulitnya menjadi diri sendiri karena ekspektasi orang lain, asumsi bahwa orang-orang seperti saya (baca: artis, selebriti kalau merujuk pada bahasa infotainment) harus selalu tampil glamour, hedonis, clubbing every night, makan hanya mau di mall atau di restoran-restoran mahal termasuk sulitnya menggunakan dan menikmati sarana umum dengan tenang karena terganggu oleh orang yang meminta berfoto (*sigh* terima kasih yang paling dalam kepada semua produsen telepon seluler berkamera). Saya sadar semua itu bergerak dalam satu paket yang tidak mungkin tidak harus saya dapatkan. ‘Salah sendiri aja jadi artis, siapa suruh jadi selebritis!’ begitu celetukan ‘ajaib’ seorang ibu ketika dia seenaknya memaksa saya berfoto dengan dia sambil bersikeras ‘memaksa’ anak-anaknya berfoto dan berdalih anak-anaknya yang mengidolakan saya (padahal anak-anaknya sendiri terang-terangan bilang nggak tahu siapa saya). Saat itu saya tengah makan malam bersama sahabat-sahabat saya. Dan buat saya pribadi, saat makan adalah saat ‘sakral’. Tidak ingin diganggu sebenarnya. Dan saat itu saya terganggu. Terganggu karena cara yang tidak wajar dan uncivilized. Ditambah lagi ibu yang satu ini menganggap celetukannya adalah wajar, lucu dan menghibur. Rasanya ingin sekali menyewa mas Ryan untuk melakukan ‘tindakan signifikan’ atas ibu itu.. :)

Saya bersyukur. Saya bahagia dengan apa yang sudah saya raih sekarang ini lengkap dengan segala konsekuensinya. Saya menghargai siapapun yang bisa memperlakukan saya sesuai dengan jatah saya. Sopan dan bermartabat. Waktu yang tepat. Ketika tidak sedang
show (apalagi saat show) wajarlah ketika ada yang meminta berfoto ataupun tanda tangan. Dengan sangat senang hati saya melayani. Bukan masalah fotonya atau tanda tangannya atau apapun. Hanya masalah caranya. Tidaklah wajar ketika dimintakan dengan cara yang sangat tidak beradab, tanpa permisi dan menganggap saya benar-benar hanya sebagai produk, seperti hewan di pet shop atau kebun binatang. Dan itu benar-benar terjadi. Saat itu saya sedang berlatih Taichi dengan pelatih saya, Alex Marentek. Tiba-tiba ada sekelompok orang mendekati kami, memotret-motret dan tertawa-tawa persis seperti melihat binatang langka. Tanpa basa-basi, tanpa bicara permisi dan tanpa terima kasih. Nggak punya adat. Kampungan. Period.

Saya sadar saya adalah manusia. Saya pun bisa terganggu dan (mungkin) tersinggung. Sama ketika ada seorang (yang ngakunya) teman yang melihat saya berjalan di sebuah mal yang ramai kemudian berteriak-teriak
overacting karena saat itu banyak orang memperhatikan pertemuannya dengan saya.

Si (ngaku) Teman bilang: “Weiits, Marcell!! Artis-artis!! Foto dulu dong ama ARTIS (dengan penekanan)!”

Saya jawab (dengan tenang): “Oh, sorry! Gua nggak biasa foto-foto ama ‘orang biasa’ (
civilians kalau kata Elizabeth Hurley.”

Si (ngaku) Teman emosi dan menjawab: “Kok lo gitu sii?? Sombong banget!”

Saya jawab: “Lo ngapain kayak gitu ngomong ‘artis-artis’ ama gua? Nggak bisa biasa-biasa aja yaa?”

Si (ngaku) Teman jawab: “Kan gua cuman becanda!”

Saya jawab: “Sama persis. Gua juga. Enak nggak lo dibecandain kayak gitu?”

Si (ngaku) Teman jawab lagi: “Nggak.”

Saya jawab : “Sama persis. Gua juga nggak enak.”

Dan si (ngaku) Teman ini tersenyum ‘kuning’ karena dia sadar saya tersinggung karena sikap
overacting-nya..

Jelas sekali si (ngaku) Teman ini adalah korban asumsi. Termasuk si ibu dan orang-orang tak beradab yang memotret saya tadi. Asumsi bahwa artis ataupun selebritis di Indonesia adalah orang yang harus setiap saat siap menghibur dan dihibur. Sebuah produk mainan yang siap dipasangi baterai dan dinyalakan kapanpun dibutuhkan. Dan kalau sudah rusak dan tidak produktif siap dibanting dan dibuang. Jadi kalau dikomentarin kayak gitu harus terima dan nggak boleh tersinggung. Dimanapun, kapanpun. Si (ngaku) Teman ini dengan mudah melontarkan kata-kata yang bukan saja mengganggu tapi juga sudah menghina pekerjaan saya. Kalaupun dia memang teman saya (
that’s why I nicknamed him si (ngaku) Teman cause he’s not) dia tidak akan memperlakukan saya berbeda dengan dirinya. Biasa aja. Relax. Nyanteeiii. Apa adanya. Sekali lagi saya hanya manusia biasa. Bidang keartisan dan hiburan memang pekerjaan saya. Bedanya adalah pekerjaan saya membutuhkan publikasi dan ekspos media sehingga ‘seolah-olah’ saya punya kewajiban untuk bertanggung jawab kepada masyarakat. Itu saja. Selebihnya saya manusia biasa yang juga bekerja mencari nafkah sama seperti yang lain.

Resiko yang saya juga alami sebagai akibat lain dari asumsi negatif adalah dianggap sombong. Kalaupun akhirnya saya harus menelan pil pahit dianggap sombong hanya karena saya berusaha tetap menjadi diri sendiri dan menghargai diri saya apa adanya, saya tidak peduli. Prinsip saya: Saya yang sombong atau
situ yang minder sama saya? Wong saya ndak ngapa-ngapain kok dibilang sombong! Wuaaneh! :D

Oh, ya, ini juga akibat asumsi negatif. Saya penyanyi. Tapi bukan berarti setiap saat dimanapun, kapanpun, dengan siapapun saya bernyanyi. Saya punya kegiatan lain. Saya mengantar anak saya Keenan untuk pergi sekolah,
chatting dengan kekasih saya di luar negeri, meeting dengan manajemen dan tim kreatif saya, aktif persiapan mengikuti pertandingan Taichi dan berlatih Brazilian Jiu Jitsu atau hang out bersama teman-teman saya. Normal. Biasa. Orang berasumsi bahwa kalau penyanyi pasti tiap hari bernyanyi dimanapun, kapanpun, dengan siapapun. Silly assumption. But it happened. Burung aja ada istirahatnya, soob! Apalagi gua burung aja bukan yaak?.. :D

Saya jadi teringat pernah ada sebuah wawancara dengan seorang pelawak senior idola saya,
Kang Ibing dari D’Kabayans dengan seorang presenter korban asumsi yang (sok) asyik menanyakan pertanyaan nggak penting sebagai berikut:

Presenter: “Kang Ibing kan pelawak nii. Kalau dirumah suka ngelawak nggak?”

Kang Ibing: “Kamu tanyain tukang becak yaaa.”

Presenter: “Maksudnya?”

Kang Ibing: “Iya tanyain tukang becak, dia kalo dirumah suka ngebecak nggak.”

Saya tertawa terpingkal-pingkal jilat-jilat tembok. :D
Aya-aya wae ateeuuuh! Hidup Becak! ;)

Satu lagi, kalau saya menghadiri pesta ulang tahun atau pernikahan kerabat saya, dan saya diundang sebagai tamu (saya tekankan lagi sebagai TAMU), bukan berarti karena saya penyanyi lalu saya harus setiap saat siap ‘ditodong’ untuk menyanyi, kaaan? Dan ketika saya menolak saya kena getah dianggap sombong dan tidak profesional. Aneh. Menurut saya, profesional itu membutuhkan persiapan dan kesiapan. Bukan dadakan kayak sambal. Seorang yang profesional menghargai profesinya. Seorang yang profesional tidak akan suka ‘ditodong’. Pesan saya: siapapun itu jika mengharapkan saya untuk secara profesional siap bernyanyi dimanapun dan kapanpun, saya juga berharap siapapun itu harus siap untuk bertindak secara profesional yaitu dengan: MEMBAYAR HONOR SAYA! :D Jadi kalau sendirinya tidak siap untuk profesional, jangan menuntut orang lain untuk profesional. Jangan nodong-nodong. Jangan sok kasih' Jebakan
Batman' (saya sendiri sampai sekarang nggak ngerti apa maksud dari 'Jebakan Batman'. Karena rasa-rasanya Batman tidak suka menjebak-jebak. Batman cukup soleh :)) Agree? Harus! :D

Definisi artis di Indonesia juga harus dikembalikan ke asal-muasalnya. Pekerja seni. Dan artis bukan berarti selebriti, selebriti juga belum tentu artis. Selebritis adalah orang-orang yang suka menghadiri ataupun membuat pesta. Kalau kebetulan banyak artis didalam banyak pesta bisa jadi karena tuntutan pekerjaan. Karena artis, seperti yang juga saya sudah alami, salah satu tempat kerjanya adalah pesta. Dua hal yang berbeda. Banyak tayangan di
infotainment yang dengan murahnya me-label-kan seseorang dengan status artis dan atau selebritis. Padahal yang bersangkutan jelas-jelas artis juga bukan wong ndak ngapa-ngapain. Bikin album musik nggak, main sinetron juga nggak tahu yang mana, model juga bukan. Masuk infotainment juga hanya karena bikin 'kasus' atau 'affair'. Hanya karena ‘gaul’ terus dapat sebutan selebritis. Masih gaulan mana sih orang itu sama Dalai Lama? Bedanya Dalai Lama nggak suka clubbing. :D

To tell you the truth, asumsi negatif hanya melahirkan penderitaan. Asumsi lahir dari ketakutan. Orang takut akan cenderung berasumsi negatif. Dan yang lebih mengerikan lagi, orang yang suka berasumsi negatif akan mudah termakan oleh asumsi negatif orang lain. Setelah termakan asumsi negatif, dia akan berasumsi negatif lagi, begitu seterusnya berkembang tanpa henti. Seperti virus. Atau kanker. Makin parah dan akut. Untuk itu mulailah berlatih menjauhkan diri dari asumsi negatif. Salah satu caranya adalah dengan menjauhkan diri dari orang-orang yang suka berasumsi negatif. Jauhkan diri dari orang-orang yang kerjanya takut melulu terus suka nakut-nakutin orang lain, suka bergosip dan mengarang bebas, mau tahu dan sok tahu urusan orang. Jauhkan diri dari apapun yang potensial membuat kita berasumsi negatif. Jangan jadikan kegiatan berasumsi negatif sebagai hobi. Masih banyak hobi lain yang jauh lebih bermanfaat, joo! :)

Saya teringat kata-kata pelatih
Brazilian Jiu Jitsu saya, Nicolai Holt, sebelum dia berangkat ke Inggris untuk selamanya. Kurang lebih begini: ‘Jika kamu ingin merasakan kebahagiaan, mulailah bergaul dan berinteraksi dengan mereka yang berpikiran positif, mereka yang hidup dipenuhi cinta dan mereka yang hidup tanpa rasa takut.’

Saya setuju.

Semoga semua mahluk berbahagia.

Terima kasih semesta untuk perjalanan hari ini.

PS. Terima kasih kepada Mbak Iis dari
de Latinos yang sudah menggorengkan bakwan sayur dan tahu isi buat saya ngemil :)

17 comments:

Anonymous said...

Aku baca ceritanya seru, kadang senyum2 sendiri malah,thanks mas sudah berbagi cerita di blog nya :)

Marcell Siahaan said...

Curhat kecil-kecilan, Vit.. :) Thanks yaaaa :)

Anonymous said...

waduh.... reply nya cepet banget ternyata mas marcell ini online terus yah (asumsi nich mas hehe) jangan bosen-bosen berbagi cerita ya mas

Mei Huomo said...

"Saya teringat kata-kata pelatih Brazilian Jiu Jitsu saya, Nicolai Holt, sebelum dia berangkat ke Inggris untuk selamanya. Kurang lebih begini: ‘Jika kamu ingin merasakan kebahagiaan, mulailah bergaul dan berinteraksi dengan mereka yang berpikiran positif, mereka yang penuh cinta dan mereka yang hidup tanpa rasa takut.’"

Thx for this..you really make my day! Selama ini gw hidup dikelilingi oleh orang2 (baca: keluarga) yg pesimis dan selalu berasumsi negatif. After i decided to get married and moved to europe, i feel totally happy cuz the people here love me unconditionally. But somehow, i still got affected by the things they say. Thx for reminding me about how to be happy.

I hope that you are happy too with your life. I respect your decision (and Dee) and amazed on how wise you both are. I might cant do the same thing. God bless you all!

ps: jadi inget waktu Marcell konser di KL n lagi makan di 'Ming Tien' sama Dee dkk, trus gw ganggu gara2 minta foto. Sorry yah...! :) permintaan dari temen2 yg tau kalo gw satu uni sama kalian (aside from the fact that i truly like you both!)

Cheers

Anonymous said...

Curhat yang inspiratif. Yang membuat saya merenung, lalu berkata 'o iya ya'.Atau beberapa bagian kalimat membuat saya menyemangati diri saya'ya, memang harusnya tak menyerah'.Thanks ya Mas, dan esok saya akan berkunjung lagi.O ya, salam kenal..

Calista Antonio said...

Hey, that's so true. I'm an artist too, (I'm an animator) and sometimes ppl ask me like this, "EH, animasiin gw donk! Kan lo jago.." I was like, "d'oh..! emang nya gampang gt?"

Haha, I like reading your blog at work before I start to animate. I like your phrase, ketawa sambil garuk2 aspal. Never heard of it since the longest time ever. Cool blog! Meaningful yet funny.

Have a good day!

P.S.
(I'm always jealous when I read the ending part of your posts, all thanks to the Indo snack! aaaaa.. kangen makanan indo!)

Marcell Siahaan said...

Thanks a lot, folks! :) Saya hanya tidak mau berhenti untuk mengingatkan diri saya setiap kali saya menulis. Mengingatkan diri saya untuk selalu bersyukur akan hidup. Semuanya adalah pelajaran berharga. Pelajaran untuk kita selalu tersenyum bahagia ;) Be happy to all of you! Stay positive! :)

Anonymous said...

"Rasanya ingin sekali menyewa mas Ryan untuk melakukan ‘tindakan signifikan’ atas ibu itu.. :)"

Saya sampai ngakak membacanya... ha ha ha... :))

Anonymous said...

Aha! Saya suka bagian Presenter dan Kang Ibing. Dan sepertinya pertanyaan semacam itu sering kali muncul diacara interview gitu ya?

Maksud saya, kadang kok ya banyak pertanyaan-pertanyaan yang ujungnya cuma mikir, "Apa gak ada pertanyaan yang lebih bermutu?"

Oh ya, sama kayak Ben, ngakak pas bagian Ryan... heheheh :D

Erin said...

Hi Marcell,

Thanks for sharing. Totally agree and totally respect how you deal with this assuming way of life. I and my "crazy" husband from Australia met you, dee, kinan and eggy in the plane (airasia) otw to bali from jakarta at the end of 2006. You and my hubby sat at the back row, I sat with eggy. You deserve to be treated as humanly as possible as an ordinary people, coz you are so "biasa" just like "us". I admire your patience, your honesty and your ability to learn from what's going on in this life in a very simple way. You rock !

Kalau boleh ikutan berbagi, saya copy cuplikan yang dikirim oleh sahabat saya yang mungkin relevan dengan curhatnya Marcell yang satu ini. All is good, Marcell !!

Be Awe - full
Look out on life with amazement, not shock. The variety, the diversity, the manner of every person, the beauty amidst the drudgery, the contrasts, the opportunities, the heroism in the lives of ordinary people, your gifts, your talents, your friends - even just one friend - is all awesome. Live in awe, and entertain wonder, and you will be knocking on the door of true love. Don't kill it with cynicism or criticism, don't sabotage your life with moaning and complaining. Open the eyes in your head and the eye in your intellect and choose to see the stunning, awesome, diverse beauty of life happening around you right now. Meet it with your heart and you will enrich and be enriched in one single moment.

Anonymous said...

Hiahaha, banyak orang senang kehebohan, meski sebenarnya belum tentu ada faktor excited, yang penting heboh.

*dah lama teu paamprok di riau junction nih!*

Marcell Siahaan said...

Hi, Erin..
I remembered you guys. Your husband, Aku, is a very cool guy! We had a lotta talk right there on the plane and it seems that we have a lotta things in common. Seru banget ngobrol sama bapak yang satu itu. Send my regards to him yaa! :) Kapan ke Bandung lagi? Kamu dari Bandung asalnya, kan?

Dan buat Jay: Tah éta! Yang penting mah héboh jayaa. Teuing kunaon jeung keur naon. Asal katingali jeung kadéngéna ramé wé ku batur pan? Hehehehehe! Tenaaang, boss! Kita pasti akan segera paamprok di Riau Junction. Love that supermarket! :)

You guys rock!

Be happy!

Anonymous said...

Hi Marcell,
Love reading your blog. Every bit of it. Amazed at how u see things in life. Wished i cud have the same spirit like yours too. Cant wait for your next entry.

kepala jagungwati said...

Mungkin 'jebakan batman' itu asal muasalnya dari film batman jaman dulu...yang tahun 60an(mahap, lupa nama pemainnya)..

Jadi, di tiap akhir episode biasanya batman dijebak sama penjahatnya trus ada deh narasi..(diIndonesiakan) Bisakah Batman lepas kali ini..jreng jreng jreng...

Anonymous said...

gw juga pernah ngalamin seperti yang elu alamin, di cap sombong ketika kita bersikap profesional.
Kerjaan gw fotografer, an artist too... kadang2 orang2 gak pernah berpikir ketika nyuruh kita hanya karena kita memiliki kelebihan di satu bidang, dan sialnya, karena merasa kenal, sering tak dibayar pula, hiks ...

Anonymous said...

aduh2.. saya ngakak baca tulisan tentang Kang Ibing.. huakakakaka..

wah, ada "gravity"-nya john mayer.. :P *ngefans berat*

Anonymous said...

Hai Marcel, sy pendatang baru. Cuma Pengen diperjelas antara asumsi dengan logika dan dugaan, apakah semuanya sama?
btw, lu eks/mahasiswa filsafat?(utk yg pertanyaan ini sy ga tau nih berangkat dari asumsi/logika/dugaan;])