Nasionalisme?

Saya bahagia sekali. Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 7 September 2009, saya telah menyelesaikan rekaman duet pertama saya dengan penyanyi solo wanita berbakat asal Malaysia, Dayang Nurfaizah di Kuala Lumpur, Malaysia. Proyek rekaman duet ini adalah proyek yang tertunda selama hampir 4 tahun dikarenakan masalah (basi) ‘birokrasi’ label. Kami menyanyikan sebuah lagu berjudul ‘Sayang’ yang diciptakan oleh seorang gitaris dan produser muda berbakat asal Malaysia, Omar Khan serta lirik yang ditulis oleh adiknya sendiri, Nuur Iman. Ditemani road manager saya dari Millionaires Club Management, Iraz Siregar serta dua sahabat saya Shaliza ‘Liza’ Kader Sultan (manajer Dayang Nurfaizah) dan Sharina Ahmad, dan dibantu Zain Almohdsar sang operator studio, kami berhasil menyelesaikan proses rekaman lagu itu dengan baik sekali.

Terima kasih sekali lagi dari hati yang paling dalam untuk Dayang, Liza, Sharina, Omar dan Zain atas kerendahan hati, keramah-tamahan, profesionalisme serta persahabatan yang tak lekang oleh waktu. Selamat Hari Raya.

Ironis memang. Disaat dimana segelintir masyarakat (saya beranikan diri untuk mengatakan segelintir karena memang tidak semuanya) di negara saya tengah 'kebakaran jenggot' karena 'merasa' banyak ‘budaya’-nya dicuri, saya justru berkolaborasi. Banyak juga yang berkomentar atas keputusan saya karena merasa takut kerjasama kami suatu saat akan menjadi kontroversi. Saya tidak takut. Saya tidak terpengaruh. Peduli setan. Saya hanya melakukan suatu pekerjaan yang saya cintai dengan orang-orang yang juga saya cintai. Dan ini bukan sebuah bentuk tindakan yang kontra-nasionalis hanya karena saya melakukannya dengan orang Malaysia. Karena sekali lagi, tidak semua orang Malaysia berpikiran sempit. Dan tidak semua orang Indonesia kebakaran jenggot.

Ngomong-ngomong, apa sih sebenarnya nasionalisme?

Apakah dengan sok-sokan melakukan aksi '
sweeping' warga negara Malaysia yang dilakukan di daerah Menteng, Jakarta Pusat yang (memalukannya) ternyata hasilnya nihil karena tidak ada satupun orang Malaysia yang lewat? Apakah dengan berorasi sambil menyebarkan spanduk dan pamflet bertuliskan 'Malaysia=Malingsia'? Apakah dengan sok-sokan bakar-bakar bendera Malaysia (sedangkan di Malaysia tidak ada satupun yang melakukan hal yang sama) tanpa pernah memikirkan efeknya pada hubungan bilateral yang sudah terjalin baik sejak dulu? Apakah preman-preman (ya, PREMAN, karena mereka bukan aparat berwenang serta tidak punya dasar hukum yang kuat dan valid untuk melakukan sweeping sehingga lebih mirip tukang palak di terminal bis) kampungan yang melakukan sweeping ini memikirkan bahwa ada jutaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Malaysia dan tentunya ini akan berakibat buruk pada para pekerja Indonesia ini jika mereka dipulangkan? Karena saya yakin, preman-preman kampungan dan pahlawan-pahlawan pembela 'kebetulan' ini tentunya tidak akan pernah sanggup memberi makan (apalagi memberikan lapangan pekerjaan) kepada para TKI ini jika mereka dipulangkan. Ya, merekalah justru 'teroris-teroris' yang merusak citra bangsanya sendiri, yang membuat orang luar malas dan takut untuk datang ke Indonesia, yang membuat konser-konser musik mancanegara batal karena Travel Warning, yang membuat rupiah kita melemah, yang menyengsarakan rakyatnya sendiri.

Lebih sedihnya lagi, banyak aksi seperti ini dilakukan dan dimotori oleh 'mahasiswa' yang 'katanya' merupakan generasi intelek, generasi terdidik. Teman-teman mahasiswa, saya mohon dengan sangat: tolong jangan sampai kebablasan. Jangan keblinger. Jangan hanya berbekal pengalaman karena banyaknya revolusi fisik didalam sejarah negara kita yang terjadi karena dimotori mahasiswa, lalu kemudian menganggap bahwa segala-galanya harus diselesaikan dengan demonstrasi, dengan protes-protes fisik sampai konflik dengan aparat keamanan dan berakhir dengan tindakan-tindakan vandalis. Apapun itu, tindakan demonstrasi, protes-protes fisik dan (apalagi) tindakan-tindakan vandalis tetaplah menganggu stabilitas. Setiap manusia punya hak untuk hidup aman, tenteram dan tenang, teman-teman. Pikirkan mereka-mereka yang juga punya kepentingan yang lain diluar kalian, karena demonstrasi-demonstrasi ini juga seringkali menimbulkan kemacetan lalu lintas dan keresahan sehingga mengganggu banyak sekali kepentingan. Lakukanlah dengan sadar dan bijak, prosedural dan tertata. Semua ada jalurnya, aturannya. Jangan hanya rusuh dan emosional saja. Jangan sampai kata 'intelek' yang menjadi label mahasiswa kehilangan 'in' menjadi tinggal 'telek'-nya. Ingat, tindakan-tindakan seperti ini TIDAK SELAMANYA efektif. Kalau kemarin-kemarin mungkin dirasa efektif, belum tentu hari ini. Jadi
please, hati-hatilah, teman-teman mahasiswa. Karena reformasi yang keblinger, sesuci apapun tujuannya, akan tetap menyengsarakan banyak orang. Jangan perburuk lagi keadaan ini. Kasihan rakyat kita. Saya mohon.

Setiap orang punya cara pandang. Berbeda-beda memang. Tapi bukanlah cara pandang sempit dan terbelakang yang hanya berujung pada penderitaan.

Jangan reaktif. Pikir baik-baik sebelum bertindak. Jangan seperti anak kecil yang merengek dan langsung marah-marah, banting-banting barang ketika mainannya diambil. Padahal kalau mainannya tidak disentuh, anak itu juga lupa kalau dia pernah punya mainan. Jangankan diurus, diingatpun tidak. Saya merasa banyak dari kita yang bersikap seperti itu saat ini. Berlebihan dalam menanggapi apapun termasuk problematika budaya ini. Santai saja, tapi tetap waspada,
aware. Sikap emosional malah seringkali membuat kita kehilangan kewaspadaan kita, keajegan kita. Tetap terima kenyataan bahwa kita ini masih serumpun dan sama akar budayanya, suka atau nggak suka, enak nggak enak. Apresiatif.

Kemarin saya mendapat kesempatan berbicara dengan seorang musisi dan pencipta lagu senior yang juga seorang pakar Hak Cipta (
Intellectual Property Right) yang bernama James F. Sundah. Beliaulah pencipta lagu legendaris 'Lilin-lilin Kecil' yang pernah dinyanyikan oleh almarhum Chrisye dulu. Beliau berkata pada saya bahwa sekarang ini tengah terjadi perdebatan apakah Folklore atau Budaya Asli akan tetap dimasukkan kedalam kriteria Hak Cipta atau tidak. Selama ini Folklore sudah termasuk dalam perlindungan Hak Cipta dan kenyataan ini sebenarnya menyulitkan dalam pembuktian. Mengapa? Karena cukup sulit ternyata untuk menentukan originalitas budaya asli disebabkan banyaknya percampuran budaya. Banyak sekali kemiripan budaya kita bukan hanya dengan budaya bangsa serumpun saja tapi juga dengan bangsa-bangsa lain. Pulau-pulau yang tadinya bersatu, namun karena peristiwa alam, terpecah-pecah menjadi 13.000 lebih pulau. Ditambah lagi dengan proses fusi ataupun asimilasi budaya sebagai konsekuensi perdagangan dan persinggahan antar bangsa. Indonesia, karena memang sejak dulu sudah menjadi tempat persinggahan dan perdagangan antar bangsa, akhirnya memiliki 'budaya asli' yang kaya akan percampuran dengan berbagai macam budaya luar. Ada percampuran dengan budaya Cina, Arab, Portugis, dan banyak lagi. Dan percampuran itu bisa terlihat jelas dalam berbagai produk seni musik, tari, beladiri, bahasa dan sebagainya.

Makin sulit akhirnya menemukan dan mengklaim mana budaya asli kita dan mana yang bukan. Perbedaannya semakin tipis. Dan, arsip sejarah yang kita milikipun ternyata masih kalah lengkap dibandingkan arsip sejarah Indonesia yang tersimpan di Negeri Belanda, mantan 'penjajah' kita. Kita hanya punya data sekitar 40 persen dari data asli yang kesemuanya justru dimiliki dan tersimpan di negara lain. Sedih. Ternyata kita masih banyak belum tahu tentang diri kita. Lebih banyak tahu orang lain dibanding kita sendiri.

Beliaupun mengingatkan bahwa negara kita adalah negara hukum. Oleh karena itu kasus Tari Pendet (yang orang Indonesia sendiri kebanyakan tahunya Tari Bali, bukan Tari Pendet), kasus Batik, kasus Reog, semuanya adalah masalah hukum Hak Cipta karena kesemuanya termasuk
Folklore. Jadi, kasih kesempatan hukum yang menyelesaikannya. Kasih kesempatan untuk dilakukannya perundingan antar negara dengan jalan damai. Jangan kebanyakan protes dan bilang bahwa kondisi hukum kita sudah lemah dan rusak kalau pada kenyataannya saja kita sendiri masih meremehkan bahkan melanggar hukum, tidak menghormati. Masalah hukum adalah masalah kita bersama, bukan melulu masalah pemerintah. Beri kesempatan bagi hukum untuk bisa efektif ditegakkan. Bantu negara ini memperbaiki citra sebagai negara hukum yang bermartabat. Kalau memang pemerintah dinilai lamban dalam menyelesaikan masalah ini, tolong, pakailah cara-cara yang terhormat. Tunjukkan bahwa kita adalah bangsa yang berbudaya dan intelek. Jangan hanya sekedar bangga bahwa kita punya banyak sekali budaya tanpa pernah mengerti dan mengakar. Sayapun setuju dan mengakui, walaupun nasionalisme hanyalah sebuah konsep, kita tetap memerlukannya. Penting untuk jati diri kita, supaya kita tidak dianggap remeh dan diinjak-injak. Tapi bukanlah jenis nasionalisme yang terbelakang, nasionalisme kosong yang kerap terjadi seperti sekarang ini. Bukan dengan melakukan tindakan-tindakan yang justru mempermalukan diri kita, bangsa kita sendiri. Kalau kita tidak ingin diremehkan dan diinjak-injak, jangan melakukan tindakan-tindakan yang justru meremehkan dan merendahkan kita, merusak jati diri kita.

Satu lagi: JANGAN MUDAH terpengaruh begitu saja pada media jurnalisme. Saya mampu katakan bahwa tidak semua media jurnalisme mampu dengan bijak dan seimbang dalam pemberitaan. Kitalah yang harus sadar dan cermat. Mana yang benar-benar berita, mana yang sekedar provokasi, ngompor-ngomporin, manas-manasin. Banyak media jurnalisme yang seharusnya memberikan informasi yang edukatif,  yang seharusnya melaksanakan sistem 
check and balance, malah menjadi menurun kualitas pemberitaannya karena terpengaruh oleh 'mental' media jurnalisme hiburan (baca: infotainmen) yang kini lebih sarat unsur-unsur komersil dan hiburan ketimbang edukasinya. Hati-hati, banyak menonton infotainmen bukan berarti mengubah mental kita menjadi berlebihan, dramatis dan 'lebay', kaan? Tetap gunakan nalar dan hati. Kesadaran tetap nomor satu agar kita tidak mudah terprovokasi.

Buat para pengguna laman f
acebook, bijaksanalah! Please, nggak usah buat grup-grup provokator di facebook atau nyebar-nyebarin thread yang isinya provokasi untuk melakukan 'ganyang-ganyangan'. Nggak usah nyebar-nyebarin kebencian. Kalo lo benci itu masalah lo sendiri, nggak usah ngajak-ngajak. Nggak semua orang harus ikut-ikutan benci. Gua nggak tertarik, prén. Sumpah. Jijay.

Oh ya, satu lagi bahan introspeksi: selain pembajakan yang memang menjadi tren di negeri ini, banyak iklan produk di TV yang menggunakan lagu-lagu tema yang mirip bahkan cenderung 'mencuri' dari lagu-lagu yang beredar diluar negeri. Bahkan ada satu produk makanan instan yang terang-terangan mengambil lagu dari sebuah grup musik dalam negeri kita (hiks!) tanpa pernah meminta ijin (apalagi membayar royalti) kepada grup musik penciptanya. Ya, saya tahu kalau mendapatkan
proper licensing dari sebuah lagu tentunya akan membuat biaya produksi membengkak karena harus bayar royalti. Tapi tolong dipikirkan: royalti adalah HAK, boss. Hak atas jerih payah dan kerja keras kita, para musisi. Sama-sama cari makan kita, boss. Masih pada kurang puas juga? Ingat, menjiplak, ya tetap menjiplak. Mencuri ya tetap mencuri. Tidak hanya dihitung berdasarkan berapa not yang kita ambil, berapa nada yang kita jiplak, tapi juga substansi lagunya. Dengan adanya unsur kemiripan yang menimbulkan kesan atau mengingatkan seseorang akan lagu tertentu, sebenarnya sudah mampu dijadikan dasar untuk menggugat pelanggaran hukum ini.

Well, sebenernya nggak perlu marah-marah berlebihan ketika budaya kita, karya kita dicuri orang lain karena kitapun ternyata masih belum mampu menghargai hak intelektual orang lain bahkan hak intelektual bangsa sendiri. Kita masih menjiplak, membajak, mencuri karya bangsa sendiri, mengeruk keuntungan finansial daripadanya. Kita menikmati hasil jiplakan, bajakan dan curian beserta turunan-turunannya. Jangan berbicara nasionalisme secara berlebihan dulu, deh. Nggak perlu menjadi manusia-manusia yang ultra-nasionalis kalo ternyata yang kita bela mati-matian adalah bangsa yang kebanyakan orang-orangnya masih berprofesi sebagai pembajak-pembajak profesional. 
PERBAIKI DIRI LEBIH DULU, nggak usah 'lebay' :)

Introspeksilah, mungkin ini buah dari karma yang kita semua lakukan.

Semoga semua mahluk berbahagia.

Terima kasih semesta atas perjalanan hari ini.

Terima kasih, oom James! :)

"Nasionalisme untuk negara ini adalah pertanyaan." - koil -

25 comments:

Jenny Jusuf said...

Entah berapa minggu lalu, saya pernah iseng membuat status Twitter yang isinya kurang lebih: "Saya nggak marah waktu Tari Pendet diklaim Malaysia, tapi saya gampang marah kalau lagi lapar dan ngantuk."

Ketika Tari Pendet merambati trending topics di Twitter, yang saya lakukan adalah membuka Google dan mencari tahu, SEPERTI APA Tari Pendet itu. Dan saya tidak malu mengakuinya, karena memang cuma segitu itulah kadar nasionalisme saya -- kalau nasionalisme bisa diukur dari seberapa cintanya seseorang terhadap produk dalam negeri. Itu sebabnya saya memilih tidak ikut berkoar-koar. Itu sebabnya saya memilih mengasingkan diri dari topik yang satu itu. Saya bahkan tidak tahu seperti apa Tari Pendet. Saya tidak merasa memiliki Tari Pendet. Kenapa saya harus marah? :-)

Beberapa orang yang membaca komentar ini mungkin akan mengutuki saya, tapi nasionalisme bagi saya memang tidak lebih dari sekadar konsep. Dan entah mengapa, menyadari itu dalam hati dan pikiran justru membuat saya merasa lebih 'bebas'.

shenlihartono said...

PERTAMAXX neh gan.. hehe
izin copas(copy-paste) ke fesbuk yah, bang marcell... (:

thanks for the great sharing!

rock chic said...

well said!!!clap..clap..im not asking something that is impossible..all we need is world peace..jangan isu-isu kecil begini dibesar dan digemburkan menjadikan ia something big and sinful!selama ini Malaysia-Indonesia adalah serumpun jadi kenapa perlu bertegang leher...all this while,i've been very fascinated with the Indonesian culture and people...we, the ASEAN countries are like brothers, kalau tak banyak sedikit mesti ada persamaan..so instead of bickering unnecessarily,we should unite to be stronger!!!

Iza said...

Thank you for the beautifully articulated entry. And we all know that its only sebilangan kecil saja yg emosi.

As I have said earlier, friendship transcends these sentiments and we as mature rational people must not give in to these emotionality.

But Marcell it is in human nature to be reactive rightly or wrongly in the name of nationalism. History has proven that time and time again.

Iza

Glenn Prasetya said...

hey marcell, love to read your blog!
anyway, i hope u do remember me... and you are featured in my blog!
http://blog.glennprasetya.com

Nining Sutrisnaningsih said...

introspeksi diri itu nggak akan ada habis nya.. dan sangat klise...

bisa aja kita bilang introspeksi diri dulu apa yang sudah kamu belikan pada negara.... baru nyuruh orang lain instropeksi.. mbulet kan?..

Marcell Siahaan said...

Mbak Nining,

Tidak ada kata 'klise' dalam kasus ini.

Introspeksi menjadi klise ketika ditempatkan pada kondisi yang sudah ideal dimana semua komponen SUDAH BENAR-BENAR introspeksi. Orang tidak perlu lagi berbicara hukum, aturan, tatakrama ketika semua anggota masyarakatnya sudah punya dan patuh pada hukum, tatakrama, sudah punya aturan dan percaya bahwa aturan mampu mensejahterakan mereka, bukan menyiksa dan membatasi mereka.
Kalo suatu komunitas sudah terbiasa melakukan introspeksi, ketika mereka diharuskan lagi untuk introspeksi, jadilah itu klise. Dalam kasus ini berbeda. Kita belum semuanya terbiasa introspeksi, kok. Masih suka nyalahin orang lain dan itu yang klise menurut saya. Contohnya Mbak Nining, apa yang udah Mbak Nining 'belikan' (atau berikan sih?) untuk negara ini? :)

Tulisan saya ini dimaksudkan supaya kita semua, kamu, saya untuk lebih menahan diri, melihat segala sesuatu objektif, bukan reaktif. Tidak perlu merasa 'mati' berada dalam sesuatu kondisi yang klise kalo kita masih belum mampu melakukannya. Berbuat baik tidak perlu malu. Kalo suka nyalahin orang, nah itu yang wajib malu :)

Memang nggak ada habisnya introspeksi. Benar sekali, Mbak Nining. Terima kasih untuk mengingatkan kami semua. Saya harap Mbak Nining juga melakukan hal yang sama.

-marcellsiahaan-

de asmara said...

tema yg kita ambil lagi sama nih mas Marcel. saya sependapat sekali... mungkin posting mas Marcel lebih komplit dan dalam dibanding saya, tp kalo ga keberatan... berkunjung ya :)

Anonymous said...

OK, semisal IYA kalau bangsa kita akan berintrospeksi (seperti yang anda anjurkan), apakah bangsa Malay akan juga berintrospeksi?
This is 2 way street, and off course kita akan lantas bereaksi jika ada aksi. Bukan satu kali saja mereka main klaim, maka sah sah saja bangsa kita sebegitu murkanya.. dan pelampiasan yang diekspresikan bermacam macam.
Is it their fault to react that way? NO. Kami punya hak untuk menyuarakan apapun pendapat kami apalagi terhadap sesuatu yang bukan sekali saja terjadi, dan masyarakat kita pada umumnya menganggap ini 'penghinaan'. Yes, they will react to the extreme, hadapi saja (yang barangkali anda juga setuju) bahwa kebanyakan dari kami tidak se'intelek' anda.

Semua yang Bung Marcell kemukakan diatas sangat make sense, sangat masuk akal APABILA dilihat dimana anda berposisi, posisi convenience, karena sang isteri asli orang Malay.
And to tell you the truth, after reading yours, it doesn't make sense at all. Jangan bicara nasionalisme apalagi memberi nasihat tentang idealisme nasionalis atau nasihat 'jangan lebay' if you my friend don't even 'stand' in our land when you say it.

Maybe better approach next time, saya yakin yang pro akan tulisan anda diatas, komen-komen positif datangnya dari bangsa Malay.

And to tell you the truth, we are not afraid of losing one Marcel Siahaan once if they're decide to claim you as well.

Shopaholic_Sinful said...

Marcell,

Thanks for the entry. It explain details on other side of Indonesian who can think rationally.

I was indeed offended when I read few FB status from Indonesian friends and his fellow members who said that we "steal" your culture..

But really.. we Malaysian, couldn't be bothered much about that Tarian Pendet and has never claim it is ours...

Strangely to watch the news, some Indonesian was very emotional while Malaysian most of us didn't even realised about this commotions.. hehehehe..

Again, thanks for your entry...

FYI, the ad that include Pendet Dance was done by the Discovery Channel and has got nothing to do with Malaysian Government directly or indirectly.

Marcell Siahaan said...

Anonymous said:

"OK, semisal IYA kalau bangsa kita akan berintrospeksi (seperti yang anda anjurkan), apakah bangsa Malay akan juga berintrospeksi?
This is 2 way street, and off course kita akan lantas bereaksi jika ada aksi. Bukan satu kali saja mereka main klaim, maka sah sah saja bangsa kita sebegitu murkanya.. dan pelampiasan yang diekspresikan bermacam macam.
Is it their fault to react that way? NO. Kami punya hak untuk menyuarakan apapun pendapat kami apalagi terhadap sesuatu yang bukan sekali saja terjadi, dan masyarakat kita pada umumnya menganggap ini 'penghinaan'. Yes, they will react to the extreme, hadapi saja (yang barangkali anda juga setuju) bahwa kebanyakan dari kami tidak se'intelek' anda.

Semua yang Bung Marcell kemukakan diatas sangat make sense, sangat masuk akal APABILA dilihat dimana anda berposisi, posisi convenience, karena sang isteri asli orang Malay.
And to tell you the truth, after reading yours, it doesn't make sense at all. Jangan bicara nasionalisme apalagi memberi nasihat tentang idealisme nasionalis atau nasihat 'jangan lebay' if you my friend don't even 'stand' in our land when you say it.

Maybe better approach next time, saya yakin yang pro akan tulisan anda diatas, komen-komen positif datangnya dari bangsa Malay.

And to tell you the truth, we are not afraid of losing one Marcel Siahaan once if they're decide to claim you as well."

I said:

Sorry.

Baca berita deh. Istri saya orang Inggris, lahir di Hong Kong, keturunan Australia, Indonesia dan Melayu. Tinggal di Singapura. Kemana aja looo? :)

Introspeksi mah introspeksi aja, nggak usah ngarepin orang lain. Lakuin tulus nggak usah nungguin orang lain. Klise banget.

Tidak ada yang salah dengan reaksi, silahkan. Kalau nggak bereaksi juga aneh. Tapi bukan reaksi yang tidak pintar, reaksi tidak intelek, reaksi ekstrim. Dan semuanya sudah dibuktikan dengan sejarah, bahwa reaksi tidak pintar dan intelek, yang ekstrim, hanya berujung PENDERITAAN.

Saya hanya ingin kita semua JERNIH dan DAMAI, tidak didominasi lagi oleh KEBENCIAN. Rakyat kita sudah cukup menderita.

Dan, yang mendukung aksi-aksi tidak intelek, jauh lebih tidak intelek lagi. Dan tetap saja itu: LEBAY. Nggak mau terima kenyataan itu yaa masalahmu.

Again, 'Anonymous' like this kind, for me is just 'Cicak Kejepit Pintu' :) Mati kejepit, bau busuk sebentar trus kering.

Desiyanti said...

Hi, Marcell,

Maaf baru sempat berkunjung dan menyimak. Aku agak tergelitik juga dengan reaksi keras pembaca yang memberi komentar berkait 'klaim' tari Pendet. Sekedar ingin menyarankan, kalau ingin tahu lebih jernih perkara 'klaim' ini, silakan buka link di bawah ini:

http://tinyurl.com/pdqzef

Mudahmudahan tulisan tersebut bisa lebih menjernihkan pikiran ^_^

Oh, iya, lupa... Namaku Desiyanti. Aku orang Indonesia. Lahir dan besar di Bandung. Baru sekali saja ke Malaysia ;-p

Anonymous said...

well said.. totally agree with u..
love your post

achiedz said...

darnn.. i love ur post reply to anonymous than ur blog entry ;D

melihat reog dan pendet diklaim malay, mirisss euy.
org non-indo malah lebi appreciate budaya kita sampe diklaim segala.

nasionalisme itu hanya sebatas bilang Ganyang-Malaysia kah? malaysia=malingshit kah?

ko rasanya akhir2 ini nasionalisme jd sempit ranah pengertiannya..

..makin miris..

just call me fauz said...

hye bro thanx for ur great latest entry..
sy wrga indo yng udah tnggal 17thn d mlysia
'kampungan yang melakukan sweeping ini memikirkan bahwa ada jutaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Malaysia '
bro sy stuju dngan kata2 mu yng itu
sy aja smpat malu dngan apa yng ORANG NARROW MINDED d sana lakukan ke atas wrga mlysia d jakarta
asal tau aja ya kalo wrga mlysia mau lakukan SWEEPING mereka lbh brhak dari kalian, krna d sini juga bnyk wrga INDO yng melakukan kejahatan seprti, MERAMPOK, MEMBUNUH, MEMPERKOSA, MENJUAL NARKOBA, MENCULIK dan bnyk lg smpe ga trsebutkan
jd lo orng2 NARROW MINDED bertimbang rasa sikit la kasiani tki2 yng brkrja d mlysia, kalo smpat mlysia SWEEPING wrga indo d sini kemana mereka harus bekerja, apa kluarga lo mau ngasi kerjaan untuk jutaan tki2 itu? tlng SADAR dikit dong! pemerintah mlysia ga prnah SWEEPING wrga indo d sini walau mereka sbnrnya lbh BERHAK kalo mereka mau!
tapi pmrntah mlysia trus mmbernarkan JUTAAN tki trus mncari rezeki d sini malahan pmerintah mlysia menganggap itu hanya 'MASALAH TERPENCIL' harusnya kalian berterima kasih krna pmerintah mlysia telah mmbantu ekonomi tki2 d sini (mngkin juga ada antara tki2 d sini sudara lo)

itu aja makasih ya bro
have a great life wth ur family
chow!

neng yona said...

saya rasa pemerintah Malaysia tidak 'serendah itu' untuk meng-copy atau meng-klaim budaya Indonesia. dan pemerintah Indonesia juga tidak 'sebodoh' itu membiarkan budayanya diambil negara lain. man..ini masalah dignity.

menurut saya ini hanyalah perbuatan oknum yang karena dipublikasikan kemudian menjadi kesalahan negara.oknumnya ya si pembuat iklan enigmatic malaysia.memang sih, harusnya menteri budaya dan pariwisatanya malaysia screening dulu materi iklannya, biar ga jadi kontroversi gini.

dan kenapa pula jadi merembet ke TKI?TKI yang banyak tersiksa disana,bukan kesalahan negara.tapi memang kesalahan (lagi2) oknum yang tega menyiksa.mau itu si polisi sana atau majikannya.dan kalaupun mau dijadikan salahnya negara,nahh..ini dia tantangannya.menurut saya pemerintah Indonesia harus berani ambil keputusan menghentikan pengiriman TKI dan pemerintah Malaysia juga harus berani menindak warganya yang berlaku tidak sopan itu.

satu hal yang saya tangkap disini, mereka yang berteriak-teriak mau ganyang malaysia..mereka itu pasti dapat informasi yang salah. dari segitu banyak media yang memberitakan masalah ini, mungkin mereka memilih untuk membaca media yang 'memanas2i perasaan' mereka sendiri.akhirnya jadi emosi sendiri, bego sendiri.dan kalau ada media yg malah memprovokasi untuk ganyang malaysia..lebih bego lagi!

mengganyang itu bukan bukti rasa nasionalisme.mas, mba..dulu ppkn-nya dapet nilai berapa??daripada demo, bakar2, mending duitnya dipake buat transmigrasi ke daerah2 terpencil di Indonesia,daerah perbatasan, and do something for them!bikin sekolah kek,apa kek..ajarkan mereka tentang indonesia dan bikin mereka cinta Indonesia also make yourself love Indonesia. itu baru salah satu bentuk nasionalisme.

duhh,kepanjangan ya..
udah deh, segini aja :)

Unknown said...

Ya ini kan pinternya media memanipulasi publik aja.satu ras kok brantem molo.

But anw thanks to the issue...I sold a lot of shirt with "Malingsia" written on it...hahaha

ALEV said...

dear Marcell...

I'm totally agree with you..

Malahan baru-baru ini..ada warga Indonesia yg udah lama tinggal & bekerja di M'sia,berdemo..
Mrk pgn damai aja..ga usah pake pasukan Bendera-yg katanya mau 'invasi' ke M'sia..
Mrk bs cari penghidupan yg lbh baik di M'sia drpd di Indonesia..


Lagian mslh tari Pendet kan kudunya dah clear dg adanya pernyataan dr Discovery Channel.

Masih bnyk yg kudu dipikirin,drpd sekedar 'invasi' ke M'sia.
Korupsi,kemiskinan,kurang gizi..masih begitu bnyk di Indonesia..

Just make this world a better place for everyone to live in..

sapikurus said...

bang marcell, nice post!

saya setuju banget dengan teori folklore itu susah buat di claim sebagai hak exclusive suatu bangsa, seperti yg di babarin di tulisan bang marcell di atas.
selain rancu asal usul mulanya suatu tarian, musik, seni beladiri, makanan, juga karena bangsa atau nation itu sendiri gak lain adalah suatu konsep. konsep yg dibikin sendiri.jaman dulu sebelum indonesia atau malaysia itu di bentuk mungkin tari2an itu dan seni2 budaya itu sudah ada jauh sebelumnya.

dan setuju banget kalau jurnalisme kita semakin bobrok, kurang edukatif dan hanya menjual hiburan. sering banget saya baca kompas online, dan mendapati berita2 di halaman utamanya berkualitas infotainment. (mungkin kompas hard copy lain ya, saya ga tau. semoga)

tentang mahasiswa di indonesia yang protes2 ttg masalah pencurian budaya, ini saya rasa kurangnya jiwa kepemimpinan dari pemimpin mahasiswa itu. saya yakin ga semua mahasiswa itu tau benar apa yang mereka perjuangnkan dalam demonstrasi meereka. terkadang hanya karena di panas2 i oleh beberapa orang yang kurang mengerti -kurang mengkaji terlebih dahulu permasalahannya- mereka lalu dengan mata gelap turun ke jalan dan melakukan aksi vandalisme.
otak manusia secara kolektif (baca: mob) kadang tidak pernah berpikir jernih.

nasionalisme itu penting saya sangat setuju. tp janganla über-nationalist, nasionalis berlebihan, karena nasionalisme berlebihan adalah satu langkah sebelum fachismus.

tentang kolaborasi bang marcell dgn artist malay, well for me thats a very great idea to solve the problem!
lets see in this POV, jika kita bertetangga, dan kita tidak akrab dengan tetangga kita, maka masalah sedikit / sepeleh aja pasti akan membuat kita ribut, bertengkar. tp kalau kita sering silaturahmi, bercengkrama dengan tetangga kita, masalah2 itu pasti lebih gampang untuk kita bicarakan dengan damai, sebelum ke pak RT! xD

well, overall, very nice article! ijin kan saya post the link to this article in my facebook! =)
salam dr berlin!

hasellusiby said...

salam ziarah, jika mahu mengetahui rahsia nusantara, islam dan kebangkitan akhir zaman sila mengunjungi www.nusanaga.blogspot.com

zf said...

helo marcell, im malaysian,

first of all, indonesian should know that none of us here bergaduh atau bercakar dengan orang indonesia.

kerana kami anak-anak malaysia, lebih mementingkan soal keadilan yang belum sampai kepada kami, kami lebih mementingkan nasi kami yang tak pernah cukup setiap hari,

kami lebih mementingkan keamanan negara kami yang kami sudah lama impi-impikan.

soal konfrontasi malaysia-indonesia sudah lama berlaku. and to tell u the truth, most of malaysian came from indonesia, and that is one of the main factor why we have too many things in common. kerana asalnya, adat dan budaya kami dibawa daripada sana, oleh nenek moyang kami.

and yes, kami sudah lama terluka dengan tindak-tanduk indonesia yang tak berhenti-henti mencaci orang malaysia, sedangkan majoriti indonesia beragama islam, kita berasal daripada rumpun yang sama, iaitu MELAYU. kulit kita sama, bahasa kita hampir sama, malah adat budaya kita juga hampir sama.

jadi apa yang mahu ditengkarkan? sedangkan kita boleh berkongsi. cukup-cukuplah menanamkan kebencian dalam hati kami pada indonesia, sedangkan sahabat baik saya sendiri asalnya daripada indonesia.

adalah lebih baik anda orang indonesia, mencari jalan supaya negara anda tidak lagi huru-hara, memajukan ekonomi, membangunkan negara anda, menentang pemerintah2 yang dari luar lagi kami boleh lihat, kami tahu sedang menzalimi rakyatnya. lebih baik anda pandang sejenak pada saudara-saudara anda,

yang tiada pekerjaan, yang tiada makanan, yang terpaksa merantau, tinggalkan keluarga kerana perlu mencari rezeki.

zf said...

dan kalau berbicara soal nasionalisme, dari dahulu lagi sepatutnya nasionalisme ialah satu spirit untuk rakyat sesebuah negara, membebaskan negaranya.

bebas itu bukan ertinya membenci negara lain atau menjadi anti pada sesebuah bangsa yang lain,

nasionalisme, adalah lebih tepat bila diterjemahkan sebagai usaha murni dalam menaikkan taraf hidup masyarakat, mengharumkan nama negara, membakar semangat nasionalisme bukan dengan membakar bendera negara lain, tetapi lebih tepat dengan menjulang bendera negara sendiri, melaungkan semangat ingin maju, meningkatkan daya saing, memajukan ekonomi negara, menghapuskan dasar diskriminasi.

itu apa yang kami, di malaysia faham tentang nasionalisme :)

split said...

nasionalisme gue gampang terusik, tapi hati gue ga gampang terbakar...kalo mau menjaga nasionalisme, namain anak lu Kliwon, Pintor, Hendra, Agung, Retno, dll. Ini minor issue, tapi krusial, gue harap anda semua setuju. Lihat nama2 Indonesia asli akan tergantikan nama2 Arab dan Western, Nasionalisme gue terusik. Untuk kasus Malaysia, mereka sadar kok nenek moyangnya banyak yang berasal dari Indonesia, batik di bawa oleh nenek moyangnya, ingat, Nenek moyang mereka dulu berasal dari Padang, Jawa & Makassar. Tapi saya lebih setuju kalau Malaysia bergabung menjadi propinsi terakhir Indonesia saja. bagaimana?

tomfreakz said...

Very nice Marcell,
tulisan lo "penuh", termasuk dalam menjawab beberapa komentar yang mungkin memang perlu lo tanggapi.

Masalah besar biasanya datang dari masalah kecil.

Beberapa orang gampang sekali mengeneralisasi suatu hal, padahal tidak semua hal bisa disamaratakan.

Berpikir pendek, kurang bisa melihat dari sudut pandang lain, tempramental, emosional, kadang menjadi pangkal utama perselisihan. Ditambah provokasi yang bagus dikemas dengan iming-iming tertentu dapat membawa masalah menjadi lebih besar, disertai informasi yang semakin lebar dari orang-orang yang tidak/belum siap menerima informasi.

Mari kita introspeksi diri.

I agree, bloody pc said...

Hi Marcell, since I can't send you a PM .. so I suppose I'll just have to leave my comments here. You have such fantastic imagination and deep sensitivity. I enjoy reading your expressions on this blog..
Even though my Indonesian is not that great. I can see how you use metaphors to express yourself. I suppose this is all I have to say. I have great admiration in your talent. I do hope you will continue writing.