Sunday Trip to Ragunan Zoo

Pagi ini saya berangkat ke Kebun Binatang Ragunan bersama orang-orang terkasih saya: Keenan, pengasuhnya Bernadeth, supir saya Joko, istrinya Titin dan anak mereka Daffa. Masih dalam rangka post-party ulang tahun Keenan yang ke-4 tanggal 5 Agustus kemarin. Sejak malam sebelumnya saya sudah mempersiapkan diri saya untuk beberapa hal terburuk: berangkat terlalu siang (karena malam sebelumnya tidur kemalaman dan keinginan membiarkan Keenan untuk bangun tanpa dipaksa), yang bakal berakibat udara makin panas dan munculnya alergi kulit saya karena kepanasan (sigh), hari Minggu yang tentunya bakal mengakibatkan Kebun Binatang akan menjadi tempat yang ‘sangat’ sepi pengunjung, kesiapan mental menghadapi orang-orang yang kurang bisa menghargai waktu saya bersenang-senang dengan orang-orang terkasih dengan terus meminta berfoto sehingga waktu senang-senang saya tersita, serta rasa lapar yang akan menerjang karena sulitnya mencari makanan yang ramah vegetarian. Tapi saya nggak peduli. Saya tetap pergi. Saya HARUS sowan dengan ‘sahabat-sahabat’ saya di Kebun Binatang Ragunan:)

Walaupun perjalanan saya di Kebun Binatang Ragunan (
anyway, that was my first visit to Ragunan Zoo :D) hari ini nggak terlalu lama karena ternyata Keenan sedang nggak terlalu ‘into’ hewan-hewan hari itu, (dia lebih semangat mau naik kereta dan makan Tango wafer sambil lari-lari tak tentu arah) serta sempat hampir kehilangan mood karena kamera digital saya ngadat, ada satu hal yang paling menarik buat saya. Ketika saya berada didalam ruangan khusus tentang penangkaran dan perlindungan Orangutan yang didirikan oleh seorang ibu baik hati (at least keliatan dari fotonya berpelukan bersama kera-kera dengan senyum yang sangat tulus) bernama Schmutzer, saya sempat melihat silsilah Primata dan didalam salah satu rantai silsilahnya terdapat rantai Apes (kera besar) yang terdiri dari tiga sub rantai: Lesser Apes, Great Apes dan.. HUMAN! :) Ooops!

Jujur, saya sempat ‘tersinggung’. Saya terluka. Dari kecil saya diajarkan di sekolah untuk menyadari bahwa kita adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling tinggi derajatnya dari mahluk lain. Walaupun saya sudah tahu bahwa
so called kera-kera adalah nenek moyang saya, tetap saja ada perasaan nggak terima ketika saya memperhatikan petunjuk silsilah itu. Ego saya terganggu. Saya nggak sama dengan kera, monyet, ketek, mawas atau apapun itu walaupun saya juga tahu pakde Darwin mati-matian meyakinkan semua orang tentang Teori Evolusi dan Missing Link. Saya ini manusia lhoo. Berakal budi lhoo. Berakhlak lhoo. Tapi nyatanya? Paling tinggi? Berbeda? Nggaklah, karena faktanya selama masih berada satu ras ama kera, monyet, ketek, mawas yaa terimalah kenyataan bahwa nggak beda-beda amat. Paling tinggipun tetap aja pembandingnya monyet. Kurang ajar! :D

Saya sadar bahwa saya bukan siapa-siapa. Marcellius Kirana Hamonangan Siahaan bukan apa-apa. Petunjuk silsilah itu menyadarkan saya. Saya nggak merasa minder ketika saya tahu bahwa saya ternyata beda-beda tipis ama Siamang. Sebelas duabelas ama Bonobo. Setali tiga uang ama Wau-wau. Saya nggak dendam. Tapi yang saya tahu, perbedaan saya dengan mereka adalah saya punya kesadaran dan kesempatan. Kesempatan untuk menyadari bahwa saya hanyalah bagian kecil, sangat kecil dalam semesta ini. Saya bukan penguasa semesta. Saya tidak berkuasa atas apapun kecuali diri saya sendiri, pikiran, perkataan dan perbuatan saya sendiri. Saya punya kesadaran dan kesempatan lebih dari kera-kera itu. Mereka berjalan, bertingkah laku hanya berdasarkan naluri. Mereka berusaha harmonis dengan alam karena secara naluriah tahu akibat dari melawan kehendak alam. Melawan kehendak alam berarti binasa. Cepat atau lambat. Saya bukan hanya tahu secara naluriah tapi saya mengerti dan sadar akan kesempatan itu. Diri saya adalah semesta kecil. Mencintai diri saya sebagai semesta kecil menyadarkan saya untuk dengan sendirinya mencintai semesta besar dimana saya menjadi bagian terkecilnya.

Semoga semua mahluk berbahagia. 

Terima kasih Semesta untuk perjalanan hari ini.

Terima kasih Keenan anakku, Berna, Joko, Titin dan Daffa.

Terima kasih Kebun Binatang Ragunan.

Terima kasih cintaku Melati Adams,
for your love, understanding and continuous support. Nan unei kazelikiren! :-*

PS. Saya sempet berkelakar dengan supir saya Joko dan istrinya Titin membayangkan akan ada sebuah kebun bernama Kebun Orang Aneh sebagai ‘saingan’ dari Kebun Binatang. Terinspirasi dari begitu banyaknya orang dengan kelakuan aneh-aneh dan
uncivilized di Kebun Binatang Ragunan yang jujur, jauh lebih ‘heboh’ dan ‘unik’ dari hewan-hewan yang kami lihat disana. Dijamin lebih seru. No offense, people. Peace. I’m just the part of the missing link. Forgive me ;)

6 comments:

Camar Letih said...

Sorry, komentar gw mungkin gak penting. Tapi gw suka, karena posting lo setelah yang ini, pake huruf dengan ukuran yang lebih kebaca. Itu aja.

Anonymous said...

Hai Marcell,
salam kenal;) its me Chindy...langkah pertama manusia memanusiakan dirinya adalah ketika segenap dirinya tergerak memutar arah, menuju dirinya. Mata berhadap-hadapan dengan pikiran, perasaan yang lahir dan seliweran di ruang benak rasa dan rasio, setapak demi setapak mendidik mereka hingga 'jinak';)

evolove said...

ya ampyun.. tulisannya gedein dong..:P
SEMOGA SEMUA MAKHLUK BERBAHAGIA...

Anonymous said...

Setiap kali ke Ragunan, saya hanya merenung, apakah binatang di sana akan menyesal telah dilahirkan ketika akhirnya hidupnya 'hanya' jadi tontonan manusia? Apakah mereka punya pilihan ? Renungan ini semakin mendalam ketika mengajak anak saya yg baru bisa belajar jln sibuk menarik2 jeruji rusa(kira2 2 bln lalu).Entah mengapa,sy merasa pandangan anak saya itu sama dengan mata rusa itu menatap(mungkin saya berlebihan).Lalu anak saya itu sibuk memasukkan rumput kering ke kandang, rusa2 dan anak saya itu kelihatan bahagia sekali..

Anonymous said...

pdhl saya malah bertanya-tanya skrg apakah manusia memang msh yg paling tinggi akhlaknya...adegan kekerasan dgn mudahnya tergambar di media setiap hari, seperti hewan saja *sigh*

salam kenal :D

Anonymous said...

aduh kang marcell tulisannya meni letik emen hehe ... tp msh kebaca meski pandangan harus lbh dkt lg ke monitor @_@

yup, Sunday adlh hari yg "sangat" sepi pengunjung hehe
mau ksh saran kalau ke Ragunan lbh baik weekdays aja .. pastinya ga nyaman bgt kesana klu weekend apalagi dikau org yg dikenal byk org pastinya waktu liburanmu terganggu cuma gara2 fans yg minta foto atau ttd aja :)

sekedar berbagi sj , 1th lalu saya msh bkrja di Schmutzer Primate Center karena sesuatu dan lain hal akhirnya resign jg.. baca tulisanmu jadi inget Ibu Puck Schmutzer.. begitu besar jasa beliau :)
The Ragunan Schmutzer Primate Center was donated to the jakarta City by the late Mrs. Puck Schmutzer, an animal lover, and the Gibbon Foundation with which she was involved. Mrs. Schmutzer wanted to set an example of truly how to care for wild animals in a zoo setting. In her will she expressed the hope that her gift would help to teach the Indonesian people to appreciate, and care for the beautiful wildlife of her beloved Indonesia. The facility was opened in 2002.

dan skrg sudah dikelola oleh PEMDA DKI JAKARTA hhmmm
semoga hibah ini dapat dikelola dgn baik dan bermanfaat untuk kita semua pastinya :)

salam Lestari ^.^